Seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwa PG dalam menjalankan prosesnya mempunyai bahan bakar sendiri, yaitu berasal dari ampas tebu, menurut teori : kebutuhan ampas untuk bahan bakar PG sangat mencukupi bahkan lebih, namun dalam kenyataannya, PG kekurangan bahan bakar ampas, sehingga mensubtitusi dengan minyak residu (FO = Fuel Oil) yang harganya sangat mahal sehingga sangat mempengaruhi laba/rugi perusahaan, hal ini disebabkan karena PG yang ada di jawa masih merupakan peninggalan pemerintah colonial belanda sehingga peralatannya sudah sangat tua, sehingga sangat mungkin sering terjadi kerusakan disetiap stasiun pengolahannya, solusi untuk mengatasi hal tersebut selain merevitalisasi peralatan PG yang jelas sangat mahal nilainya, ada solusi lain yang berasal dari dalam sources PG itu sendiri, dalam hal ini penulis menyoroti alternative dalam pengganti ampas yaitu :
1. Daun tebu kering (kletekan)
2. Blotong (hasil Endapan Stasiun pemurnian)
Sebenarnya pemakaian daun tebu kering dan blotong ini di PG sudah pernah dilakukan, namun sayangnya tidak sampai optimal dalam penangannannya, seperti :
1. Pemakaian daun tebu kering (kletekan) sudah dilakukan dengan mencincang daun tebu kemudian dipress dengan tenaga manual, selanjutnya dibakar di dapur ketel, seharusnya kletekan tersebut dipotong dengan mesin khusus sehingga menjadi halus dan lembut (ampas tebu halus), proses selanjutnya bisa di mixed dengan blotong kering/halus atau dengan bubuk batubara, bila perlu ditambah campuran tetes kemudian dipress hidrolik dengan ukuran: 40 x 20 cm2 yang merupakan bal dari daun tebu kering, bahan bakar ini bisa disimpan di gudang sebagai stock yang digunakan apabila ampas tebu habis.
2. Asumsi 1 hektar lahan tebu menghasilkan 70 ton tebu siap giling, apabila daun kering sama dengan 5% tebu giling berarti dalam 1 hektar terdapat 5 % x 70 ton = 3,5 ton / hektar, apabila pabrik gula mengolah lahan tebu sebesar 5000 hektar berarti 5000 x 3,5 ton = 17500 ton / PG, yang setara dengan :
1. Daun tebu kering (kletekan)
2. Blotong (hasil Endapan Stasiun pemurnian)
Sebenarnya pemakaian daun tebu kering dan blotong ini di PG sudah pernah dilakukan, namun sayangnya tidak sampai optimal dalam penangannannya, seperti :
1. Pemakaian daun tebu kering (kletekan) sudah dilakukan dengan mencincang daun tebu kemudian dipress dengan tenaga manual, selanjutnya dibakar di dapur ketel, seharusnya kletekan tersebut dipotong dengan mesin khusus sehingga menjadi halus dan lembut (ampas tebu halus), proses selanjutnya bisa di mixed dengan blotong kering/halus atau dengan bubuk batubara, bila perlu ditambah campuran tetes kemudian dipress hidrolik dengan ukuran: 40 x 20 cm2 yang merupakan bal dari daun tebu kering, bahan bakar ini bisa disimpan di gudang sebagai stock yang digunakan apabila ampas tebu habis.
2. Asumsi 1 hektar lahan tebu menghasilkan 70 ton tebu siap giling, apabila daun kering sama dengan 5% tebu giling berarti dalam 1 hektar terdapat 5 % x 70 ton = 3,5 ton / hektar, apabila pabrik gula mengolah lahan tebu sebesar 5000 hektar berarti 5000 x 3,5 ton = 17500 ton / PG, yang setara dengan :
asumsi nilai bakar daun tebu kering = 1.500 kkal dan nilai bakar FO = 10.000 kkal
1.500 kkal x 17.500.000 = 3.281.250 Liter Fuel Oil
10.000 kkal 0,8
Atau kalau dalam rupiah
3.281.250 Liter Fuel Oil x Rp. 4500 = Rp. 14,7 Milyar
Nilai diatas tersebut adalah sangat membantu untuk mengganti subtitusi minyak FO (Fuel Oil) yang di gunakan oleh PG selama ini, sehingga alternative solusi diatas sangat membantu terhadap laba/rugi perusahaan, sehingga impactnya dapat membantu kesejahteraan karyawan perusahaan.
1.500 kkal x 17.500.000 = 3.281.250 Liter Fuel Oil
10.000 kkal 0,8
Atau kalau dalam rupiah
3.281.250 Liter Fuel Oil x Rp. 4500 = Rp. 14,7 Milyar
Nilai diatas tersebut adalah sangat membantu untuk mengganti subtitusi minyak FO (Fuel Oil) yang di gunakan oleh PG selama ini, sehingga alternative solusi diatas sangat membantu terhadap laba/rugi perusahaan, sehingga impactnya dapat membantu kesejahteraan karyawan perusahaan.
No comments:
Post a Comment