Kondisi perusahaan-perusahaan milik BUMN, khususnya pabrik alkohol semakin tidak berdaya dikarenakan biaya produksi semakin naik, sedangkan harga jual masih rendah. Sementara kita telah ketahui bersama bahwa kegunaan alkohol tidak saja digunakan untuk keperluan farmasi, produk antara,solvane dan lain–lain. Melainkan salah satu alternatif bahan pengganti bahan bakar minyak bumi.
Pemerintah telah membentuk tim nasional pengembangan bahan bakar nabati, yang akan menghasilkan bioetanol dari bahan aren, singkong, tebu dan lain-lain, dengan adanya peraturan pemerintah No.5/2006 menargetkan penggunaan bahan bakar nabati secara bertahap, yaitu
Pemerintah telah membentuk tim nasional pengembangan bahan bakar nabati, yang akan menghasilkan bioetanol dari bahan aren, singkong, tebu dan lain-lain, dengan adanya peraturan pemerintah No.5/2006 menargetkan penggunaan bahan bakar nabati secara bertahap, yaitu
2 % pada th.2005–2010 kemudian 3 % 2001-2015 dan 5 % 2016-2025 Disebutkan pula bahwa pertamina telah ditunjuk oleh pemerintah untuk menerima produk alkohol sebagai bioetanol pencampur premium, asal kontiuitas pasokan dan mutu alkohol terjaga yaitu dengar kadar 99%.
Selama 3 tahun pemerintah memerlukan rata-rata 30.833.000 liter bioetanol perbulan, dari kebutuhan tersebut pasokan yang tersedia hanya 0,4% atau 137.000 liter perbulannya saja, sehingga pemerintah kekurangan 30.696.000 liter bioetanol.
Nampaknya pabrik alkohol milik BUMN ini tidak segera berperan serta terhadap rencana pemerintah tersebut, mungkin karena keterbatasan informasi.
Masalah pokok yang dihadapi pabrik alkohol ini adalah :
1. Mekanisme pasar
Pasar alkohol kadar 95% selama ini dijual bebas dipasaran dengan harga Rp.4500-Rp.5000/liter, volume penjualan masih belum maksimal karena ditentukan oleh mutu alkohol dari masing-masing produsen.
2. Kenaikan cukai
Adanya kenaikan cukai dari Rp.2500-Rp.10000/liter menyebabkan daya beli pasar semakin menurun.
Solusi dari permasalahan tersebut menurut penulis adalah :
1. Mekanisme pasar ditingkatkan dari pasar bebas ke Pertamina, sebagai penerima bahan bakar alternatif pengganti bensin (bioetanol)
2. Mutu alkohol ditingkatkan dari kadar 95% menjadi 99%, sehingga dapat diterima oleh pertamina sebagai subtitusi premium.
Untuk meningkatkan mutu alkohol tersebut merupakan sesuatu hal yang sangat mungkin yaitu dengan sentuhan teknologi misalnya : absorpsi dengan Ziolit sintetis, filtrasi dengan membran molekul, dan lain-lain.
Selama 3 tahun pemerintah memerlukan rata-rata 30.833.000 liter bioetanol perbulan, dari kebutuhan tersebut pasokan yang tersedia hanya 0,4% atau 137.000 liter perbulannya saja, sehingga pemerintah kekurangan 30.696.000 liter bioetanol.
Nampaknya pabrik alkohol milik BUMN ini tidak segera berperan serta terhadap rencana pemerintah tersebut, mungkin karena keterbatasan informasi.
Masalah pokok yang dihadapi pabrik alkohol ini adalah :
1. Mekanisme pasar
Pasar alkohol kadar 95% selama ini dijual bebas dipasaran dengan harga Rp.4500-Rp.5000/liter, volume penjualan masih belum maksimal karena ditentukan oleh mutu alkohol dari masing-masing produsen.
2. Kenaikan cukai
Adanya kenaikan cukai dari Rp.2500-Rp.10000/liter menyebabkan daya beli pasar semakin menurun.
Solusi dari permasalahan tersebut menurut penulis adalah :
1. Mekanisme pasar ditingkatkan dari pasar bebas ke Pertamina, sebagai penerima bahan bakar alternatif pengganti bensin (bioetanol)
2. Mutu alkohol ditingkatkan dari kadar 95% menjadi 99%, sehingga dapat diterima oleh pertamina sebagai subtitusi premium.
Untuk meningkatkan mutu alkohol tersebut merupakan sesuatu hal yang sangat mungkin yaitu dengan sentuhan teknologi misalnya : absorpsi dengan Ziolit sintetis, filtrasi dengan membran molekul, dan lain-lain.
No comments:
Post a Comment